Ada yang beragumen untuk meniadakan puasa Ramadhan agar sistem imunitas tubuh kita tetap terjaga.
Padahal, puasa justru akan meningkatkan kondisi tubuh seseorang semakin sehat. Sudah banyak penelitian yang memaparkan manfaat puasa bagi kesehatan tubuh. Secara keseluruhan, orang dapat dikatakan sehat ketika memiliki saluran pencernaan yang bersih. Berpuasa, jadi salah satu jalan mewujudkan kondisi tubuh yang fit. Dengan berpuasa, jalur pencernaan diberi kesempatan untuk beristirahat dan membersihkan diri selama tidak mengolah makanan yang masuk ke dalam tubuh kita.
Akan tetapi, orang bisa menuai manfaat puasa jika pola makannya pun baik. Artinya, mengonsumsi makanan yang sehat saat sahur maupun berbuka, serta memenuhi zat gizi yang diperlukan tubuh. Biasanya, sebagian orang justru mengabaikan sahur dan memilih mengonsumsi makanan seadanya. Nah, saat berbuka seluruh jenis makanan ia konsumsi sebagai ajang balas dendam karena seharian ia menahan haus dan lapar. Pola makan yang buruk seperti ini yang justru menyebabkan puasa seseorang tidak membawa manfaat bagi kesehatannya.
Agar sistem imun kita tetap kuat selama Ramadhan, perlu sekali kita perhatikan asupan gizi bagi tubuh, kita juga harus menjaga pola istirahat dan kebutuhan cairan selama berpuasa. Silakan taati anjuran ahli gizi yang informasinya bisa mudah ditemukan di internet. Hal yang paling penting dilakukan adalah meminta pertolongan kepada Allah agar menjaga diri kita, keluarga, dan lingkungan kita bebas dari penyakit.
Syarat wajib puasa
Yang jelas, puasa masih tetap wajib bagi:
- Seorang muslim.
- Baligh [1]
- Berakal [2]
- Suci dari haidh dan nifas.
- Mampu berpuasa.
Baca Juga: Matan Abu Syuja: Syarat Wajib Puasa
Mengenai perihal mampu dalam berpuasa
Ada beberapa keadaan dalam hal ini:
Pertama: Jika ada yang tidak mampu berpuasa, ia tidak wajib berpuasa. Contohnya adalah orang tua renta yang tidak mampu dan ada kesulitan ketika berpuasa, termasuk juga orang yang sakit dan tak kunjung sembuh. Karena puasa itu wajib bagi yang mampu. Pengganti puasa untuk orang seperti ini adalah menunaikan fidyah.
Dalam ayat disebutkan,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا
“(Yang dimaksud dalam ayat tersebut) adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin.” (HR. Bukhari, no. 4505).
Kedua: Jika seseorang tidak mampu berpuasa karena penyakit yang ia khawatirkan akan bertambah parah, namun penyakit ini masih bisa diharapkan sembuhnya, dalam kondisi ia tidak berpuasa dan ia harus mengqadha puasa yang tidak dilakukan ketika ia sudah sembuh. Hal ini berdasarkan firman Allah,
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
“Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185). Cukup yang sakit merasa sulit berpuasa, ia boleh tidak berpuasa.
Ketiga: Jika pada pagi hari dalam keadaan berpuasa dan dalam keadaan sehat, kemudian ia sakit, ia boleh membatalkan puasa karena ia dibolehkan membatalkan dengan alasan darurat. Darurat pada saat ini ada, maka boleh membatalkan puasa.
Keempat: Ada juga keadaan orang yang jika berpuasa saat sakit, malah mendatangkan kematian, ia wajib tidak berpuasa dan kewajibannya adalah qadha’.
Dalam ayat disebutkan,
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 195)
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.” (QS. An-Nisaa’: 29)
Catatan: Orang yang sakit ringan, tidak ada kesulitan untuk berpuasa, tidak boleh baginya membatalkan puasa.
Penjelasan di atas disarikan dari penjelasan Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily dalam Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i, 1:167-171.
Keadaan orang sakit saat pandemi corona sama dengan perincian di atas, yakni:
- Jika sudah terkena virus corona dan dilarang puasa, bahkan jika puasa menyebabkan kematian, berarti tidak boleh puasa. Pengganti puasanya adalah qadha’ di hari lain.
- Jika paginya sehat, siangnya sakit, berarti boleh tidak berpuasa karena darurat. Pengganti puasanya adalah qadha’ di hari lain.
- Jika khawatir penyakitnya tambah parah, boleh tidak puasa dan sebagai gantinya adalah qadha’ bakda Ramadhan.
- Jika tidak mampu berpuasa sama sekali karena sudah tua renta atau penyakitnya tak kunjung sembuh, penggantinya adalah bayar fidyah.
Kesimpulannya, kita yang hanya diam di rumah saja dalam keadaan sehat dan kuat, tak ada yang menghalangi untuk berpuasa, maka tetap wajib puasa.
[1] Anak kecil tetap diajak berpuasa setelah berumur tujuh tahun jika ia mampu berpuasa untuk membiasakan dirinya. Kalau ia meninggalkan puasa pada usia sepuluh tahun, boleh dipukul. Hal ini dianalogikan dengan perkara shalat. Jika anak ini baligh dan ketika kecil pernah tidak puasa, tidak ada kewajiban qadha’. Karena masa kecil bukanlah masa seseorang dibebani syariat. Lihat Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafi’i karya Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily, 1:167-168.
[2] Yang keluar dari kewajiban puasa adalah orang gila, juga anak kecil yang belum tamyiz.
Baca Juga:
Diselesaikan siang hari, 24 April 2020, 1 Ramadhan 1441 H di Darush Sholihin
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com